Rabu
(29/3/2017/), mahasiswa jurusan Agroteknologi UPN Veteran Jawa Timur mengadakan diskusi mengenai Pembangunan Pabrik
Semen di Pegunungan Kendeng, Kab. Rembang, Jawa Tengah. Kegiatan dimulai pada
pukul 17.00 WIB yang dibuka oleh Fitria Rahma selaku moderator dengan pemutaran
beberapa film dokumenter sebagai sedikit gambaran mengenai apa yang sedang
terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Seperti yang kita tahu, warga menolak pembangunan
pabrik semen PT Semen Indonesia di kawasan Pegununan Kendeng, Rembang. Warga
menilai pembangunan akan merusak kelestarian lingkungan kawasan yang kaya akan
mineral tersebut. Lebih lagi pembangunan pabrik berpotensi mencemari sumber
mata air utama warga. Di kawasan ini sedikitnya ada sekitar 300 sumber mata
air. Warga menggunakannya untuk keperluan konsumsi rumah tangga dan irigasi
pertanian. Bahkan, PDAM Lasem dan Rembang mengandalkan pasokan air tanah dari
kawasan tersebut.
Moderator menjelaskan
bahwa pada tanggal 2 Agustus 2016
terjadi aksi semen kaki sebagai gambaran apa yang dialami oleh para petani di Pegunungan Kendeng.
Selanjutnya pada tanggal 5 Oktober
2016 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan peninjauan kembali nomor 99 PK/TUN/2016 yang mengabulkan gugatan petani kendeng dan mencabut izin lingkungan pembangunan dan pertambangan pabrik PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang. Lalu, pada 16 Januari 2017 Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mencabut SK Gubernur nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang
Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan Pembangunan serta
Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia. Namun, pada 23 Februari 2017 Ganjar
Pranowo kembali mengeluarkan izin lingkungan.
Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang diawali oleh A.
Syahrul Reza yang menanyakan apabila warga telah dinyatakan menang oleh MA,
lalu mengapa Gubernur Jawa Tengah menerbitkan kembali izin tersebut dan mengapa
pro-kontra terus berlarut-larut hingga sampai pada pemerintah pusat?. Lalu,
pertanyaan tersebut dijawab oleh Rudi Pradana yang menjelaskan bahwa pro-kontra
tersebut terus terjadi akibat adanya kecemburuan antar warga yang lahannya
dibeli oleh PT. Semen Indonesia dengan harga yang tinggi dengan warga yang lahannya
tidak dibeli, sehingga pro-kontra tersebut terus berlarut-larut.
Rama Wijaya juga
menambahkan bahwa MA mencabut izin karena AMDAL tidak sesuai dengan yang ada di
lapangan, dan gubernur menerbitkan izin dengan alasan agar PT. Semen Indonesia memperbaiki
AMDAL agar tidak menganggu lingkungan. Selanjutnya, Ignasius Gultom juga
menambahkan perihal dampak sumber air
karena jalannya pertambangan akan menurunkan kualitas air, lalu Haidar
Ali menanggapi bahwa sebaiknya tidak perlu khawatir mengenai kualitas air tapi
perlu mengkaji lagi seberapa dalam waduk tersebut.
Rama Wijaya memberikan pertanyaan bahwa bentang
alam khas sudah didapat, adanya sumber mata air yang jalannya belum benar.
Apakah lahan pertanian dapat melakukan ekspor? Sedangkan PT. Semen Indonesia
dapat melakukan ekspor dengan mendapatkan keuntungan yang besar. Pertanyaan
tersebut disanggah oleh Romi Moh. D.U bahwa mengapa tidak memaksimalkan di
bidang pertanian saja, padahal Indonesia pernah mengekspor kedelai yang
keuntungannya juga besar. Apalagi saham PT.Semen Indonesia sebagian dipegang
oleh asing. Seharusnya pertanian lebih diarahkan lagi agar keuntungan yang didapat
juga besar. Kemudian Linda juga menambahkan dunia tau bahwa semen dapat merusak
alam dan mengapa Indonesia bangga dapat mengekspor semen, padahal di negara
lain tidak ingin memproduksi semen karena akan dapat merusak limgkungannya. Tentra
juga ikut menambahkan bahwa kontra dengan PT. Semen Indonesia karena adanya
dampak sosial yang nantinya akan ada
peraturan PT Semen di daerah tersebut sehingga tidak ada kebebasan lagi
nantinya.
Sekitar 40 peserta diskusi hadir, membuat dinamika dalam ruang 201 semakin menarik. Setelah diskusi berakhir, moderator
menyimpulkan bahwa
hal ini bukanlah mengenai kecemburuan sosial, melainkan tentang kedaulatan dan
sosial budaya. Hal ini juga terus terjadi karena adanya pihak lain atau
terdapat politik didalamnya sehingga membuat masalah ini terus berlarut-larut.
0 Comments